Konflik pada Diri Sendiri



Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak hanya dalam kelompok konflik juga dapat terjadi pada diri sendiri (individu). Konflik yang terjadi pada diri sendiri sering kita sebut dengan konflik batin. Biasanya konflik batin terjadi karena pengingkaran janji yang telah di buat oleh diri orang yang bersangkutan, dan juga karena memutuskan sesuatu dalam dua kondisi (pendapat).
Kita pasti pernah dihadapkan pada kondisi seperti ini. Salah satu contoh misalnya saat liburan anda merencanakan untuk berlibur ke bali bersama teman-taman anda, kemudian anda menabung untuk dapat mewujudkan rencana yang telah ana buat bersama teman-teman anda. Namun, seminggu sebelum anda berangkat, adik anda dirawat di rumah sakit karena demam berdarah, orang tua anda membutuhkan biaya untuk rumah sakit dan obat-obatan adik anda. Kemudian , orang tua anda meminjam uang tabungan anda untuk membayar biaya tersebut dan meminta anda untuk membantu menjaga adik anda selama di rawat di rumah sakit.
Dalam keadaan seperti ini anda pasti akan mengalami konflik batin pada diri anda. Seandainya anda meminjamkan uang tersebut dan membantu untuk menjaga adik anda, rencana liburan bersama teman-teman yang sudah anda tunggu-tunggu akan batal. Tetapi, anda juga tidak mungkin membiarkan orang tua anda mengalami kesulitan karena tidak ada yang dapat membantu mereka padahal anada bisa saja membantu mereka. Anda pasti akan merasa bingung bagaimana menyelesaikannya. Di saat itulah diri anda mengalami konflik pada batin anda / diri anda sendiri.
Menurut pendapat saya solusi dalam konflik tersebut adalah memikirkan kembali mana yang lebih penting dari kedua hal penting tersebut. Adik anda tidak akan bisa menunggu anda pulang dari liburan dan menabung lagi untuk biaya pengobatannya. Tetapi , anda dapat menunda liburan anda dan menabung kembali untuk anda berlibur bersama teman-teman anda. Teman-teman anda pun akan mengerti jika anda menjelaskan penyebab penundaan liburan anda dan teman-teman anda.

[Read More...]


Peran Pola Asuh Dalam Membentuk Karakter Anak



Seorang anak tentunya tidak langsung dapat mengenal alam sekitar mengerti dan memahami segalanya dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan pendidikan keluarga, pendidikan kelembagaan dan pendidikan di masyarakat. Keluarga sebagai komunitas pertama memiliki peran penting dalam pembangunan mental dan karakteristik sang anak. Di dalam keluarga, anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Interaksi yang terjadi bersifat dekat dan intim, segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya, dan sebaliknya apa yang didapati anak dari keluarganya akan mempengaruhi perkembangan jiwa, tingkah laku, cara pandang dan emosinya. Dengan demikian pola asuh yang diterapkan orang tua dalam keluarganya memegang peranan penting bagi proses interaksi anak di lingkungan masyarakat kelak.

“Kehidupan keluarga yang senantiasa dibingkai dengan lembutnya cinta kasih dan nuansa yang islami, dari sana akan hadirlah individi-individu dengan tumbuh kembang yang wajar sebagaimana diharapkan. Sebaliknya keluarga yang dinding kehidupannya dipahat dengan sentakan-sentakan, broken home, broken heart, perlakuan sadis dan kekejaman tercerai berainya benang-benang kasih sayang dan jalinan cinta, maka keluarga beginilah yang bakal alias cikal bakal menjadi suplayer limbah-limbah kehidupan sosial dan sampah-sampah masyarakat yang menyedihkan.
Tidak dapat dipungkiri, jika dasar pendidikan yang menjadi landasan dan tongkat estafet pendidikan anak selanjutnya adalah pendidikan keluarga. Apabila pondasi pendidikan dibangun dengan kuat maka pembangunan pendidikan selanjutnya akan mudah dan berhasil dengan baik, sebaliknya jika pondasi pendidikan lemah dan berantakan, sulit kiranya membangun pendidikan selanjutnya.

Gilbert Highest dalam Jalaludin mengatakan bahwa: kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak  menerima pengaruh dan pendidikan  dari lingkungan keluarga (Gilbert Highest, 1961: 78).
Dari apa yang diungkapkan Gilbert, kita dapat mengetahui memang pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dari keluarga, bagaimana orang tua berprilaku akan selalu menjadi perhatian anak, dan akan ditanamkan di benaknya. Anak lahir berdasarkan fitrahnya. Jika pendidikan yang baik diterapkan orang tuanya maka banyak hal baik yang dapat ditiru anak tersebut dalam prilakunya. Lain halnya dengan anak yang dididik dengan cemoohan dan ejekan dari setiap kegagalan yang ia dapati, maka anak tersebut akan selalu hidup dalam ketakutan dan kegelisahan disebabkan hasil perbuatannya yang tidak memuaskan orang tuanya.

Dalam keluarga, seorang anak akan mendapati hal-hal yang tidak didapati di lingkungan formal maupun lingkungan masyarakat, seperti perhatian yang penuh, kasih sayang, belaian hangat kedua orang tua dan banyak hal lain lagi. Berbeda dengan lingkungan sekolah dan masyarakat, keluarga menjadi motor penggerak keberhasilan anak dalam mencapai inspirasi peergaulannya dengan teman-temannya serta lingkungan masyarakat sekitar. Orang tua yang menanamkan rasa kasih sayang dalam keluarga akan menimbulkan keharmonisan dalam interaksi dengan sang anak. Segala permasalahan yang dijumpai anak akan mudah diketahui melalui pendekatan secara personal.

Seorang anak akan merasa termotivasi jika hasil jerih payah dan prestasinya dihargai orang tua, sehingga keharmonisan hubungan keduanya memiliki peranan penting dalam perkembangan anak tersebut dalam peningkatan prestasi belajar. Akan tetapi terkadang kita jumpai orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anak dapat memenuhi keinginan orang tuanya itu. Hal ini akan menimbulkan rasa keterpaksaan pada diri anak baik dalam bidang prestasi, tugas maupun kewajibannya. Rasa keterpaksaan itu akan mengakibatkan timbulnya rasa malas dan mematikan rasa kesadaran diri dalam berbuat. Banyak kita dapati seorang anak takut gagal dalam berprestasi, sebab dampak yang akan didapati dari kegagalannya berupa hukuman maupun siksaan dari orang tuannya. Bagi sebagian anak yang tidak mendapatkan perhatian dari orang tuannya, berprestasi adalah sesuatu hal yang tidak penting baginya sebab segala tindakan yang ia lakukan tidak pernah dihiraukan oleh orang tuanya, sehingga berprestasi ataupun tidak merupakan suatu hal yang lumrah dan biasa saja.

Syamsu Yusuf mengatakan: “Keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik:  (a) saling memperhatikan dan menyintai (b) bersikap terbuka (c) orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya (d) ada “sharing” masalah atau pendapat diantara anggota keluarga  (e) mampu berjuang mengatasi hidupnya (f) saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi (g) orang tua melindungi/mengayomi anak (h) komunikasi antara anggota keluarga berlangsung dengan baik (i) keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya (j) mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dalam keluarga terjadi proses interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Proses pengasuhan tersebut seperti mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kematangan sesuai yang diharapkan. Penggunaan pola asuh tertentu memberikan dampak dalam mewarnai setiap perkembangan terhadap bentuk-bentuk prilaku tertentu pada anak, seperti prilaku agresif yang sering terjadi.

Keharmonisan dan rasa demokrasi tidak selalu seperti yang kita harapkan, hingga saat sekarang ini masih banyak orang tua yang menerapkan kekerasan dalam mendidik anaknya. Mereka beranggapan pendidikan yang keras akan dapat mewujudkan keinginan dan harapannya, seperti prestasi, budi pekerti dan lain-lain. Namun sebaliknya kenyataan yang kita jumpai justru bertolak belakang dengan harapan-harapan yang diinginkan. Anak yang dididik keras akan timbul rasa tertekan dan takut, ada juga anak yang diberi kebebasan sehingga anak tersebut malas dan enggan untuk mencapai prestasi yang lebih baik, sebab tidak adanya perhatian dan tanggapan dari orang tuannya atas apa yang yang diraihnya.

Pola Asuh

Pola asuh berasal dari kata pola dan asuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia  kata pola mempunyai arti gambar yang dipakai untuk contoh batik; corak batik atau tenun; ragi atau suri; potongan kertas yang dipakai model; sistem; cara kerja; – permainan – pemerintahan, bentuk struktur yang tetap- kalimat; dalam puisi, adalah sajak yang dinyatakan dengan bunyi gerak kata atau arti. Sedangkan Asuh berarti menjaga  merawat dan mendidik anak kecil; membimbing membantu dan melatih, dsb; memimpin mengepalai, menyelenggarakan suatu badan atau kelembagaan.
Kegiatan pengasuhan banyak diartikan sebagai usaha dalam mendidik anak. Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi perkembangan anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Banyak para ahli mengemukakan definisi dan bentuk-bentuk pola asuh yang tepat. Laurrence Steinburg mendefinisikan; Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang sesuai dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri sendiri, kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah, mendukung  perkembangan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan keinginan untuk mencapai sesuatu. Pengasuhan yang baik adalah yang menjauhkan anak dari prilaku anti sosial, melakukan pelanggaran hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan alkohol. Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak dari berkembangnya keresahan, depresi, gangguan makan dan berbagai masalah psikologi lain.
Secara umum dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengasuhan adalah kegiatan dalam rangka mendidik, membimbing, mengarahkan anak, baik secara fisik maupun mental, keyakinan hidup dan moral. Dalam hal ini ayah dan ibu memiliki peran sebagai seorang pendidik dalam lingkungan keluarga dalam upaya mengarahkan anak dalam prilaku dan norma-norma yang baik.

Tingkah laku orang tua selalu menjadi tolak ukur anak dalam proses pendidikan dalam keluarga. Anak akan meniru orang tua dalam bersikap dan berprilaku baik hal tersbut disadari ataupun tidak. Semenjak dilahirkan ke dunia, anak akan meniru prilaku orang tua dan tak ada yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah hal tersebut. Kecenderungan seorang anak menirukan segala sesuatu yang muncul dari prilaku orang tua disebabkan karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk tumbuh berkembang menjadi seperti ibu dan ayahnya. Tidak jarang kita jumpai orang tua  yang melarang anaknya bertindak agresif, namun tidak disadari orang tua tersebut melakukannya sehingga tidak menutup kemungkinan anak itu melakukan tindakan yang sama pada teman atau pun keluarga yang lain.

Tugas mendidik dan mengasuh anak tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dalam keluarga, seperti pendidikan ketrampilan, pengetahuan, wawasan dan pengalaman. Oleh sebab itu keluarga membutuhkan lembaga pendidikan lain yaitu pendidikan sekolah. Dengan demikian pendidikan di sekolah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan keluarga. Pendidikan di sekolah juga merupakan penghubung antara kehidupan anak dalam keluarga dan kehidupan di masyarakat.

Akan tetapi masuknya anak ke pendidikan sekolah tidak berarti orang tua telah selesai dalam pengasuhan, justru sekolah menjadi mitra bagi orang tua dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada seiring kegiatan pengasuhan tersebut. Orang tua akan menjadi lebih yakin dan mantap dalam mengikuti perkembangan anaknya. Rasa yang sama juga akan muncul pada diri anak seiring keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah. Hal penting yang dapat dilihat dari keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah adalah orang tua dapat mengetahui segala bentuk permasalahan anak di sekolah sehingga dapat bekerjasama  dengan guru untuk menyelesaikannya.

Keterlibatan orang tua dalam sekolah bukan hanya dengan ikut membantu anak dalam mengerjakan tugas rumahnya, melainkan lebih pada hubungan wali siswa-sekolah, baik pada komite sekolah, bimbingan penyuluhan atau hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan anak di sekolah. Perhatian orang tua terhadap anak dapat diwujudkan dengan membangun kebiasaan bekerja secara teratur dan disiplin pada setiap tugas dan kewajiban sebagai seorang siswa.

Adapun dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan teman-teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada prilaku anak. Orang tua hendaknya dapat memberikan perhatian yang baik pula. Pada masa kecil orang tua dapat mengatur pergaulan anak dan mengarahkannya kepada teman-teman yang dianggap baik. Begitu pula pada masa remaja orang tua dapat mengarahkan agar bergaul dengan anak-anak yang telah jelas memiliki latar belakang baik dan prilkau yang baik pula.

Adapun pengasuhan orang tua di dalam keluarga ada tiga pola:
1.      Pola Asuh Otoriter
2.      Pola Asuh Permisip
3.      Pola Asuh Demokrasi

Pola Asuh Otoriter (PAO)

Setiap orang tua pastilah menghendaki anaknya menjadi orang yang berguna dan mencapai kebahagiaan kelak. Akan tetapi dalam mengasuh tidak jarang kita mendapati orang tua yang mengambil langkah dan sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya. Seringkali orang tua lebih mengedepankan kuatnya keinginan dan cita-cita agar anak meraih keberhasilan di masa datang. Mereka selalu berfikir apa yang meraka lakukan semata-mata demi kebaikan sang anak dan mengesampingkan perasaan dan kondisi anak tersebut.

Pola asuh otoriter juga sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak. Orang tua memiliki kebutuhan kuat untuk memegang kendali, namun pada dasarnya sikap otoriter dimaksudkan untuk hal-hal yang baik. Orang tua tidak menginginkan anaknya mengalami kegagalan, bahaya, ataupun sesuatu buruk yang menimpanya, namun perkembangan mental anak akan terganggu, sebagaimana diungkapkan Laurence berikut: “Pada akhirnya satu-satunya cara agar anak anda bisa benar-benar sehat, bahagia dan sukses adalah jika anda memberikan kebebasan untuk mencoba dan membuat keputusannya sendiri meskipun itu membuka kemungkinan dia akan sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik melibatkan keseimbangan antara keterlibatan dan kemandirian. Jika keduanya dilakukan secara berlebihan- jika orang tua tidak peduli atau terlalu ikut campur- maka kesehatan mental akan rusak.
Banyak hal negatif yang akan timbul pada diri anak akibat sikap otoriter yang diterapkan orang tua, seperti takut, kurang memiliki keyakinan diri, menjadi pembangkang, penentang ataupun kurang aktif. Orang tua seperti itu selalu memberikan pengawasan berlebih pada anak sehingga hal-hal yang kecil pun harus terlaksana sesuai keinginannya. Disisi lain, orang tua tersebut lebih seperti polisi yang selalu memberi pengawasan dan aturan-aturan tanpa mau mengerti anak.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa diantara hal-hal negatif yang akan timbul adalah sikap penentang pada anak. Dari kelompok penentang dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe.
Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena orang tua tak menghargai dirinya sebagai manusia. Untuk melawan jelas tak bisa karena sang “polisi” punya kekuatan besar. Maka jalan yang dipilihnya adalah menyakiti hatinya.

Kedua, tipe pemberontak dengan cara halus, sadar bahwa tubuh kecilnya tidak mampu menandingi kekuatan “Polisi” yang tak lain orang tuanya sendiri mereka memilih sikap diam, tapi tidak juga mengikuti perintah.

Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak-anak seperti itu baru mau mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuannya jengkel, marah, dan mengomel karena kemalasannya.

Pola Asuh Permisif (PAP)

Orang tua yang baik tentunya tidak pernah bercita-cita menjadikan anaknya sebagai sampah masyarakat, tidak berguna dan tidak disiplin. Namun terkadang kita masih mendapati orang tua yang rela membiarkan anaknya tanpa bimbingan dan arahan. Anak menjadi tak terarah, dan merasa orang tuanya telah memberikan kebebasan sepenuhnya pada dirinya, sehingga setiap keputusan yang ia ambil adalah sepenuhnya hak priadi yang tak seorang pun dapat mencampurinya.

Dalam pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diterapkan orang tua akan memberi dampak kurangnya prestasi belajar, anak bisa saja menjadi malas dan tidak peduli dengan hasil belajar yang ia raih dikarenakan tidak adanya perhatian dari orang tua. Orang tua merasa tidak mampu memberikan pendidikan dan pengasuhan dengan baik sehingga menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah. Mereka melupakan peran penting dalam keluarga sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang dan perhatian.

Seorang anak yang berkembang tanpa batasan dan aturan dan perhatian akan mengalami ketidakjelasan hidup dan hilangnya contoh teladan yang berakibat pada beralihnya anak kepada lingkungan, teman atau orang-orang terdekatnya dan menjadikannya figur. Mengenai pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu Yusuf LN, menjelaskan sikap atau prilaku orang tua sebagai berikut:

1.      Sikap ”Acceptance”nya tinggi, namun kontrolnya rendah
2.      Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya

Profil Prilaku Anak:
1.      Bersikap Impulsif dan Agresif
2.      Suka memberontak
3.      Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri
4.      Suka mendominasi
5.      Tidak jelas arah hidupnya
6.      Prestasinya rendah
Dapat disimpulkan bahwa anak yang mendapati pengasuhan dari orang tuanya dengan pola asuh permisif akan cinderung bersifat bebas tanpa aturan, dan memiliki emosi yang tidak stabil dan meledak-ledak, sedangkan orang tua tidak lagi dianggap sebagai sosok yang memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa yang ia raih adalah bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat memberikan aturan maupun larangan.

Pola Asuh Demokrasi (PAD)

Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak semestinya didasari prinsip saling menghormati dan kasih sayang. Apabila orang tua selalu mengedepankan pendekatan secara personal dengan curahan kasih sayang, maka akan terbentuklah kepercayaan yang besar dalam diri anak. Anak akan bersikap terbuka kepada orang tuanya sehingga segala permasalahan dapat dicari kunci penyelesaianya. Selain itu orang tua lebih mudah memberi pengarahan dan nasihat serta meninggalkan cara-cara paksaan dan intimidasi.

Prilaku anak akan terbentuk secara bertahap menuju kepada kepribadian yang baik. Dorongan yang kuat secara terus-menerus sangat diharapkan dari orang tua. Sosok orang tua yang demokratis tidak mengedepankan kepentingan pribadinya, akan tetapi tetap menghargai dan memperhatikan kepentingan anak sebagai seorang individu diantara komunitas manusia. Dengan kata lain, orang tua selalu melihat kepentingan bersama sebagai pembatas dari kebebasan seorang inividu.

Latar belakang pengasuhan yang didapati anak tentulah sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya, sebab hal-hal yang ia dapati dari pola pengasuhan orang tuanya akan menjadi bekal sikap dan prilakunya pada kehidupannya kelak.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Jadi, sudah jelas bahwa pola asuh demokrasi sangat memberi dampak positif pada perkembangan anak. Orang tua dapat mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak secara baik dan sepenuhnya tanpa menggunakan cara-cara pemaksaan dan dan kekerasan. Dalam hal ini, orang tua harus menguasai komunikasi yang tepat dalam melakukan pendekatan agar proses pengasuhan dapat berjalan baik dan tidak mempengaruhi mental maupun perkembangannya.

Pola asuh demokrasi sangat mirip dengan apa yang dijelaskan Diana Baumrind Western dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen dan Sheffer, 1995: 396 mengenai hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa taman kanak-kanak. Ia menjelaskan tentang parenting stayle Pola Asuh, diantara tiga tipe; Authoritarian, Permissive, dan Authorotative, tipe yang yang sama dengan pola asuh demokrasi adalah Authoritative. Beberapa sikap yang diambil orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak yaitu:

1.      Sikap “Acceptance” dan kontrolnya tinggi
2.      Bersikap responsive tehadap kebutuhan anak
3.      Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan
4.      Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.

Profil Prilaku Anak yang ditimbulkan:

1.      Bersikap bersahabat
2.      Memiliki rasa percaya diri
3.      Mampu mengendalikan diri Self Control
4.      Bersikap Sopan
5.      Mau bekerjasama
6.      Memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi
7.      Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas
8.      Berorientasi terhadap prestasi
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa sikap demokratis orang tua tercermin dari tindakannya mau menghargai pribadi anak, serta menegur tindakan yang salah dari prilakunya secara baik-baik seperti yang dikatakan Irawati Istadi: “Harus dibedakan antara pribadi anak dengan prilaku bisa saja salah, tetapi pribadi anak tetap senantiasa baik.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan yang dipakai orang tua dalam pengasuhan sangat memberi dampak pada perkembangan anak, sehingga pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang baik dalam pengasuhan.
[Read More...]


Masalah Sosial



MASALAH SOSIAL

      Permasalahan sosial dimasyarakat sangat lah banyak, hampir sering kita jumpai dumana-mana. Permasalahan sosial dapet diatasi sebagai mestinya. Masalah sosial timbul dari suatu pembrontakan masyarakat yang tidak sejalan dan tidak setuju dengan yang lain.

           Kali ini saya akan menjelaskan permasalahan sosial yang ada dilingkungan saya. Mungkin ada banyak sekali permasalahan sosial yang ada disekitar kita. Contoh dari masalah sosial adalah masalah kependudukan, sampah, kemanan, tawuran, rusak atau buruknya fasilitas umum, dan lain-lain.


      1. Masalah Kependudukan

       Masalah kependudukan yang kita alami dinegara kita yaitu penyebaran penduduk yang tidak merata karena terlalu padatnya masyarakat sehingga penyebaran penduduk yang tidak merata. Oleh karena itu sering sekali kita lihat penduduk yang tinggal dijalan, kolong jembatan dan sekitarnya karena sudah tidak dapet lagi tempat tinggal.

      2. Masalah Sampah
        Masalah sampah yang kita alami sangat banyak terjadi. Padahal sudah banyak sekali tempat-tempat sampah diletakkan dijalan supaya tidak membuang sampah sembarang. Tapi penduduk masih sering juga membuang sampah sembarang. Ada yang membuang disungai, diselokan, dan sebagainya. Sehingga mengakibatkan banjir.

      3. Masalah Keamanan 
        Masalah keamanan karena lengahnya suatu masyarakat sehingga dengan mudah gampangnya pencuri masuk dan mengambil barang yang bernilai mahal. Percumah saja ada sekuriti jika pengamannya pun sangat lemah.

      4. Masalah Tawuran
          Masalah tawuran sebenarnya tidak lah penting. Tawuran terjadi karena hal kecil saja, yaitu saling ejek, dan ingin merebut kekuasaan wilayah. Karena cuman ingin merebutkan kekuasaan saja dan mencari nama supaya terkenal dan dibilang jagoan. Jadi masalah tawuran tidak lah sangat berguna, jika ada negoisasi dari kedua pihak maka masalah yang ada akan selesai.

    5. Masalah Rusak dan Buruknya Fasilitas Umum
      Masalah rusak dan buruknya fasilitah umum itu karena tidak terawat fasilitas umum yang ada. Dengan seenaknya mencoret atau merusak fasilitas umum.
[Read More...]




Stratifikasi Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat 

  A.Pengaruh Diferensisi Sosial

  • Kemajemukan Sosial

     pengelompokkan masyarakat secara horisontal yang didasarkan pada adanya perbedaan Ras, Etnis (suku bangsa), klen, agama dsbnya.Kemajemukan masyarakat Indonesia terbentuk karena beberapa hal seperti:
    • Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beberapa ribu pulau besar kecil dari barat sampai ke timur yang kemudian tumbuh menjadi satu kesatuan sukubangsa yang melahirkan berbagai ragam budaya.
    • Indonesia terletak antara dua titik silang samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak strategis ini merupakan daya tarik bagi bangsa-bangsa asing datang dan singgah di wilayah ini sehingga Amalgamasi (perkawinan campur) dan Asimilasi (perbauran budaya) diantara kaum pendatang dan penduduk asli maupun antara kaum pendatang sendiri terjadi. Hal demikian membuat masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai ras, etnis dan sebagainya.
    • Iklim yang berbeda antara daerah satu dengan daerah lain menimbulkan perbedaan mata pencaharian penduduknya. Contoh: orang yang tinggal di wilayah pedalaman cenderung bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan yang tinggal di wilayah pantai sebagai nelayan/pelaut.
    • Dapat ditarik kesimpulan dengan adanya Diferensiasi Sosial mempengaruhi terbentuknya anekaragam budaya, misalnya : bahasa, dialek, kesenian, arsitektur, alat-alat budaya, dsbnya.

  • H e t e r o g e n i t a s

 Ada dua macam Heterogenitas, yakni: 

  1. Heterogenitas masyarakat berdasarkan profesi/pekerjaan. Masyarakat Indonesia yang besar ini penduduknya terdiri dari berbagai profesi seperti pegawai negeri, tentara, pedagang, pegawai swasta, dsbnya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar dpat dikatakan berhasil. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu dan melatih ketrampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan juga memiliki fungsi di masyarakat karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda hendaknya merupakan hubungan horisontal dan hubungan saling menghargai biarpun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.
  2.  Heterogenitas atas dasar jenis kelamin. Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat Indonesia. Pandangan gender ini dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila kita melihat kemajuan Indonesia sekarang ini, banyak perempuan yang berhasil mengusai Iptek dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat. Maka sudah selayaknya perbedaan jenis kelamin dikatagorikan secara horisontal, yaitu hubungan kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Dari kedua macam Heterogenitas tersebut dapat ditarik kesimpulan : melalui Heterogenitas memunculkan adanya profesionalisme-profesionalisme dalam pekerjaan, keterampilan-keterampilan khusus (skill), spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, penyadaran HAM, dsbnya.


B.Pengaruh Stratifikasi Sosial

  • Selain menimbulkan tumbuhnya pelapisan dalam masyarakat, juga munculnya kelas-kelas sosial atau golongan sosial.
  • Adanya pelapisan sosial dapat pula mengakibatkan atau mempengaruhi tindakan-tindakan warga masyarakat dalam interaksi sosialnya. Pola tindakan individu-individu masyarakat sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan status dan peran sosial akan muncul dengan sendirinya.
  • Pelapisan masyarakat mempengaruhi munculnya life chesser & life stile tertentu dalam masyarakat, yaitu kemudahan hidup dan gaya hidup tersendiri. Misalnya, orang kaya (lapisan atas) akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya, jika dibandingkan orang miskin (lapisan bawah); dan orang kaya akan punya gaya hidup tertentu yang berbeda dengan orang miskin. 

    Sumber: http://wahyubudiutami.blogspot.com/2012/01/dampak-stratifikasi-sosial-dalam_08.html
[Read More...]


 

Recent Comments

flicker photos

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors